dan Ia pun membuka mataku kembali

Assalamu’alaykum wr wb!

Hari ini mau curhat. Curhaaaaaaaaaaaaaaaat!

Allah, sungguh Engkau Mahabaik, Mahamengerti, Engkau Maha Segalanyaaaaaa. Kau sungguh mengetahui keadaanku yang serba terpuruk saat ini. Aku sedang dalam masa futurku yang paling parah dalam menggapai prestasi. Parah separah-parahnya. Aku bahkan tak peduli lagi dengan nilai ujianku, dengan IPK ku nanti. Padahal apalagi yang bisa aku banggakan dari seorang diriku ini selain prestasi akademis?

Kau membuka mataku, Tuhan, sungguh, Kau Maha Penyayang..

Lagi-lagi, lewat media yang aku sukai, Kau membuka mataku, Kau bagikan lagi padaku serpihan-serpihan semangat yang mulai hilang tertiup angin-angin keputusasaan. Kau hembuskan lagi nafas-nafas harapan dan asa yang mulanya tercekat dalam ironi keterbatasan. Hari ini, kuselesaikan membaca novel lanjutan dari Negeri 5 Menara, Ranah 3 Warna, karya Ahmad Fuadi yang sungguh luar biasa.

Bodohnya aku, harusnya aku membacanya sedari dulu, sebelum ujian akhir, supaya lebih termotivasi. Ah, apa guna menyesali yang telah lalu. Waktunya siapkan masa depanku!

Oke, kawan. Aku akan memulai sesi curhatku (dari tadi apaan?)

Buku Ranah 3 Warna itu udah kubeli berbulan-bulan yang lalu, tapi baru sempet kubaca sekarang. Aku tamatkan dalam 2 hari (lelet memang, I should finish it faster!)

Mau nangis rasanya T.T

Nangisin apaan? Ya nangisin kebodohanku selama ini lah!

Betapa apa yang kucapai sampai saat ini bukanlah apa-apa! Aku ini belum jadi apa-apa! Aku bukanlah siapa-siapa!

Ya ampun, jadi emosian gini.

Biarin, biar sadar sekalian. Selama ini aku udah cukup sering terlalu berpuas diri dengan apa yang telah aku raih, padahal, kalo dipikir-pikir, ga ada juga yang bisa aku banggain dari seorang ina! Serius.

Melihat Bang Fuadi dengan kisah perjuangan hidupnya yang sangat berat, terutama ketika ayahnya meninggal dan dia harus menanggung biaya hidupnya sendiri, ketika dia dengan gigihnya memperebutkan kesempatan untuk mengikuti program pertukaran pelajar,kegigihannya dalam mencapai apa yang sudah dia tekadkan, dan juga prestasi-prestasinya yang luar biasa, beneran deh, muka ini bingunng mau ditaro dimana!

Aku yang terbiasa hidup enak, aku yang terbiasa hidup adem ayem tanpa tantangan, aku yang biasa hidup di bawah ketiak orang tua, nggak pernah kebayang dikasih tantangan dan beban kayak gitu.

Dan aku sekarang sadar, sepenuhnya sadar, kenapa dulu aku ditolak beasiswa ke Malaysia. Ya jelaslah ! aku ga bisa apa-apa! Ga punya prestasi apa-apa! Bahasa Inggris blentat-blentot. Prestasi di sekolah? Kagak punya. Di luar sekolah? Apa lagi. Ya jelas lah aku ditolak. Dan parahnya, aku sendiri ga sadar dan ga rela waktu itu aku ditolak. Ya ampun, kurasa aku lupa kalo aku punya cermin besar sepnjang badan di rumah yang bisa aku buat ngaca sepanjang hari.

Bang Fuadi, dengan segala kegigihan dan kenekatannya, mampu menaklukan itu semua. Hanya dengan keberanian dan tekad yang kuat! KEBERANIAN DAN TEKAD YANG KUAT!.

Itu! Itu dia yang belum aku punya.

Keberanian. Hah.

Aku Cuma seorang pengecut yang bahkan ga berani nawar harga kacamataku sendiri.

Aku terbiasa hidup dengan bantuan orang tua. Aku terbiasa hidup enak. Aku terbiasa hidup tanpa tantangan. Itu yang membuatku jadi seperti ini.

Kesuksesan butuh keberanian. Keberanian untuk jadi berbeda. Keberanian untuk berpikir di luar kotak –out of the box , keberanian untuk mengubah pribadi diri sendiri.

Dan keberanian itu ga akan pernah datang dari luar diri kita, sekeras apa pun orang lain mencoba untuk membuat kita menjadi orang yang berani.

Keberanian itu hanya datang jika kita yang memunculkannya. Yap, diri kita sendiri.

Jadi kumohon, ina, be brave!

Satu lagi, tekad yang kuat.

Aku tau, aku orang yang bisa dikatakan cukup mudah menyerah (kurasa kata ‘cukup’ hanya sebuah pembelaan dariku).

Aku selalu tidak tahan berada dalam kondisi yang menekanku, yang membuatku harus berpikir ekstra untuk mencari solusi, yang mengaharuskanku memutar otak dan mengatur emosiku sendiri. Aku cenderung orang yang mengambil jalan pintas, atau lari.

Silakan tertawa, kau sekarang tau betapa pengecutnya diri ini.

Aku sering pasrah dan putus asa, sekalinya aku terantuk batu, yang aku yakin, batu itu hanya kerikil kecil untuk orang seperti Bang Fuadi dan orang hebat lainnya.

Aku cenderung mencari alasan untuk lari, atau meminta bantun orang lain. Aku bermental pengecut. Selalu meminta bantuan. Cih.

Aku benci, dan aku harus mengubahnya.

How?

Belajar mandiri. Belajar mempertanggungjawabkan setiap apa yang aku lakukan. Belajar melakukan segala sesuatu sendiri. Belajar meminimalisir bantuan dari orang lain. Belajar untuk bangun sendiri ketika jatuh. Belajar bertumpu pada diri sendiri.

Belajar, belajar, dan belajar.

Sabar, sabar, dan sabar.

Ya Allah…

Bantu hamba-MU ini untuk mewujudkan segala impiannya, walau mungkin berat, walau mungkin jauh dari kemampuannya, sungguh, apa pun mudah di tangan-Mu, beri aku kesempatan untuk kembali merajut mimpi-mimpi itu, menjalinnya dalam benang-benang ikhtiar, dan membalutnya dengan pita tawakkal, sehingga terangkailah episode hidup seorang Siti Afina Zahrah yang baru..

Wahai pembaca setia blogku (kalo ada), saksikan, hari ini aku berjanji untuk mengubah diriku menjadi lebih berani, lebih tahan banting, lebih mandiri, lebih memiliki tekad yang sekeras baja. Saksikan! Dan mohon ingatkan diri ini jika ia mulai rapuh dan jatuh.

Jazakumullah khoyr..

Wassalamu’alaykum wr wb


Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Menyapih Empeng Anak

girls

fabulous science 4