SukaSukaSaya#1


Yak. Assalamu'alaykum. Salam Semangat Semua.

Notes dengan judul SukaSukaSaya ini isinya adalah tentang materi-materi ekonomi syariah yang saya baca, saaya rangkum, saya tulis ulang, dari buku, majalah, artikel, koran, atau hasil ocehan senddiri (jadi maap kalo rada2 ngawur).

Kali ini saya mau bahas sedikit tentang riba dari bukunya Om Umer Chapra, judul asline Towards a Just Monetary System (bukunya terkenal,saya aja baru tau-->maklum pemula), dengan judul terjemahan Sistem Moneter Islam.

Oke, ini dia.


A. Larangan riba

Larangan riba muncul dalam Al-Qur’an pada empat kali penurunan wahyu yang berbeda-beda. Yang pertama Ar-Ruum:39, yang kedua An-Nisaa:161, yang ketiga Ali Imran 130-132, dan yang keempat Al-Baqarah 275-281. Pada intinya, konten dari ayat-ayat yang Allah turunkan diatas semua sama, yakni, Allah mengutuk keras mereka yang mengambil riba, menegaskan perbedaan yang jelas antara perniagaan dan riba, menghapuskan seluruh utang piutang yang mengandung riba, dan lain-lainnya.

Bahkan Rasulullah juga mengutuk para pelaku riba,

Dari Jabir r.a, Rasulullah saw bersabda “ Terkutuklah orang yang menerima dan membayar riba (bunga), orang yang menulisnya, dan dua orang saksi yang menyaksikan transaksi itu,” Beliau lalu bersabda, “Mereka semua sama (dalam berbuat dosa)” (HR Muslim)

B. Arti Riba

Riba secara literal berarti bertambah, berkembang, atau tumbuh. Dalam syariah, riba secara teknis mengacu pada pembayaran “premi” yang harus dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman di samping pengembalian pokok sebagai syarat pinjaman atau perpanjangan batas jatuh tempo. Dalam pengertian syariah, riba memiliki dua kategori : riba nasi’ah dan riba fadhl


a. Riba Nasi’ah

Istilah nasi’ah berasal dari kata nasa’a yang berarti menunda, menangguhkan, atau menunggu. Intinya, larangan riba nasi’ah mengandung implikasi bahwa penetapan suatu keuntungan positif di depan pada suatu pinjaman sebagai imbalan karena menunggu, menurut syariah, tidak diperbolekan. Tidak ada perbedaan apakah persentase keuntungan dari pokok itu bersifat tetap atau berubah, atau suatu jumlah tertentu yang dibayar di depan atau pada saat jatuh tempo atau suatu pemberian (hadiah) atau suatu bentuk pelayanan yang diterima sebagaii persyaratan pinjaman. Persoalan yang penting pada masalah ini adalah adanya penentuan keuntungan positif di depan.

Dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda, “Jika seseorang meminjamkan uang kepada orang lain, janganlah ia menerima hadiah (darinya)” (HR Bukhari)

Akan tetapi, jika kelebihan dari pokok itu bisa positif atau negative tergantung dari hasil akhir bisnis yang tidak diketahui di depan, hal tersebut diperbolehkan dengan catatan keuntungan dibagi bersama berdasarkan prinsip keadilan yang telah ditetapkan syariah.

b. Riba Fadhl

Riba jenis kedua, yaitu riba fadhl, adalah riba yang dilibatkan pada transaksi pembelian dari tangan ke tangan dan penjualan komoditas.

Dari Said al-Khudri, Rasulullah saw bersabda, “ Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jelai dengan jelai, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (serupa dengan serupa dan dari tangan ke tangan). Barangsiapa yang membayar lebih atau mengambil lebih, ia telah melakukan riba. Pengambil dan pembayar sama-sama berdosa.” (HR Muslim)


Ada dua pertanyaan yang timbul, pertama, mengapa hanya enam barang tersebut yang disebutkan? Kedua, mengapa perlu pembayaran kembali dengan kadar yang benar-benar sama?


Berdasarkan karakteristik emas dan perak sebagai komoditas uang, secara umum disimpulkan bahwa semua komoditas yang dipergunakan sebagai uang masuk ke dalam cakupan riba fadhl, sedangkan terhadap empat barang lainnya banyak perbedaan di kalangan para fuqaha. Namun yang dirasa paling masuk akal adalah pendapat Mazhab Zhairi, yang menjelaskan bahwa keenam komoditas diatas pada zaman dahulu dipergunakan sebagai uang di dalam dan di luar Madinah, terutama di kalangan orang-orang Badui. Karena itu, riba fadhl berpotensi terjadi dalam pertukaran komoditas –komoditas ini dengan uang kontan atau dengan komoditas yang dipakai sebagai uang.


Lalu mengapa orang harus mau menukar barang dengan jumlah takaran yang sama, di “tempat” pula? Apa yang sesungguhnya dituntut adalah keadilan dan permainan yang jujur di tempat. Keadilan hanya bisa ditunjukkan apabila skala timbangan mengukur nilai yang sama. Sedangkan kelebihan yang diterima, apapun itu, dalam sebuah transaksi adalah riba. Untuk menjamin keadilan, Rasulullah saw bahkan tidak menggalakkan transaksi barter dan menetapkan bahwa komoditas yang dijual itu ditukar dulu dengan uang kontan, baru kemudian uang itu dibelikan komoditas yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena tidak mungkin melakukan sebuah transaksi barter melainkan oleh mereka yang ahli (expert), untuk melihat persamaan yang adil antara satu komoditi dengan komoditi lainnya.

Jual beli tidak sama dengan riba. Dalam jual beli, seorang pengusaha mempunyai prospek mendapat keuntungan, namun dia juga menghadapi resiko kerugian. Sangat berbeda dengan ini, bunga ditentukan di awal secara positif, tanpa memerdulikan hasil akhir kegiatan bisnis, yang mungkin untung atau rugi.

Imam Ar-Razi mengatakan, “Memperoleh keuntungan dalam suatu usaha bersifat tidak pasti, sedangkan pembayaran bunga ditentukan di depan dan bersifat pasti. Keuntungan belum tentu dapat diraih. Karena itu,, tidak diragukan lagi bahwa pembayaran sesuatu yang belum pasti akan menimbulkan bahaya.”

Riba bertentangan dengan penekanan Islam pada keadilan sosioekonomi. Mereka yang nekat tetap menetapkan riba meskipun sudah dilarang, berarti—menurut Al-Qur’an—menyatakan perang dengan Allah dan Rasul-Nya. Islam hendak menegakkan suatu sistem ekonomi dimana semua bentuk eksploitasi dihapuskan, terutama ketidakadilan dalam bentuk bahwa penyedia dana dijamin dnegan suatu keuntungan positif tanpa bekerja apapun dan menanggung resiko, sedangkan pelaku bisnis, meskipun sudah mengelola dengan sangat keras, tidak dijamin dengan keuntungan positif demikian. Islam hendak menegakkan keadilan antara penyedia dana dan pelaku bisnis.


Jadi ? Masih minat nabung di konvensional?

Saya sih ogah.

Itu dulu deh ya.

Wassalamu'alaikum. Salam Semangat.


Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Menyapih Empeng Anak

girls

fabulous science 4